KALSEL.DISWAY.ID - BANDARLAMPUNG — Keluhan petani singkong di Lampung mencuat setelah sejumlah pabrik tapioka dilaporkan tutup pasca terbitnya Peraturan Gubernur (Pergub) Lampung Nomor 36 Tahun 2025 tentang Tata Kelola dan Hilirisasi Ubi Kayu beserta aturan turunannya berupa Surat Keputusan (SK) Gubernur.
Pergub yang seharusnya menjadi payung hukum tata niaga ubi kayu di Lampung untuk perusahaan dan petani justru saat ini kondisinya membuat petani kebingungan karena hasil panen terancam tidak terserap pasar.
Keluhan tersebut viral melalui sebuah video di akun TikTok @tigajagoan01. Meski belum diketahui secara pasti identitas dan lokasi pengambilan video, logat yang digunakan menunjukkan berasal dari wilayah Lampung.
Dalam video itu, seorang perempuan yang diduga petani mengungkapkan kegelisahannya karena tidak mengetahui ke mana harus menjual singkong yang siap panen.
“Ya Allah ya Tuhanku. Saya hari ini jadwalnya nyabut singkong 50 hektar, terus saya lihat info pabrik semua di Lampung ditutup. Terus mau digimanai singkong saya ini. Mau bikin gaplek saya gak tahu. Mau bikin oyek saya gak paham. Mau bikin keripik minyak mahal. Orang yang pada demo itu kan minta solusi,” ujarnya dalam video tersebut.
Keluhan serupa juga disampaikan dalam video lain yang memperlihatkan aktivitas tongkang pengangkut yang terhenti karena pabrik tidak beroperasi.
Disebutkan, aktivitas bongkar muat telah berhenti selama lebih dari dua pekan akibat penutupan pabrik tapioka.
“Tongkang tongkrong aja kerjaan sudah setengah bulan gak kerja karena pabrik tutup. Jadi bagaimana keputusannya. Harusnya direvisi kembali oleh pak gubernur soalnya pabrik ini tutupnya gak ada batas waktu, petani bisa-bisa guling pak gubernur,” ungkap suara dalam rekaman tersebut.
Menanggapi situasi tersebut, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Lampung, Romi J Utama, menyatakan pihaknya optimistis akan ada solusi terbaik untuk mengatasi persoalan harga dan serapan singkong petani.
“Kadin memahami upaya Gubernur dalam membela nasib petani singkong. Regulasi ini pada dasarnya bertujuan memperbaiki tata kelola dan memperkuat posisi petani,” ujar Romi.
Namun demikian, ia menegaskan bahwa roda dunia usaha juga harus tetap berjalan agar tidak mengganggu stabilitas ekonomi daerah. Menurutnya, keseimbangan antara perlindungan petani dan keberlangsungan industri pengolahan harus menjadi perhatian bersama.
“Di sisi lain, dunia usaha juga harus tetap jalan untuk mempertahankan tren pertumbuhan ekonomi Lampung yang selama ini sudah sangat baik,” tambahnya.
Kadin Lampung mendorong adanya dialog dan evaluasi bersama antara pemerintah daerah, pelaku industri, dan perwakilan petani agar kebijakan yang diterapkan tidak menimbulkan gejolak baru di lapangan, sekaligus tetap menjaga keberpihakan terhadap petani singkong sebagai komoditas unggulan daerah.